BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Polusi
atau pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,
zat energi, dan atau komponen lain ke dalam lngkungan atau berubahnya tatanan
lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas
lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi
kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (UU Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982).
Kualitas air
ditentukan oleh banyak faktor. Air murni yang tidak
mengandung zat yang terlarut tidak baik untuk kehidupan kita. Sebaliknya zat
yang terlarut ada yang bersifat racun. Apabila zat yang terlarut zat yang
tersuspensi dan makhluk hidup dalam air membuat kualitas air yang tidak sesuai
untuk kehidupan kita, air itu disebut tercemar. Pencemaran yang disebabkan oleh
limbah dari hasil berbagai aktivitas manusia, seperti limbah industri, limbah
rumah tangga, dan limbah pertanian telah menimbulkan berbagai masalah,
diantaranya menurunnya kualitas air, terganggunya kehidupan organisme perairan,
rusaknya estetika, timbulnya bermacam penyakit dan lainnya. Hal ini disebabkan
oleh banyaknya limbah yang langsung dibuang kebadan perairan.
Pencemaran sungai berkaitan dengan limbah
industri dan rumah tangga. Potensi pencemaran dari industri terlihat dari
banyaknya perusahaan kecil yang membuang limbah cair langsung ke sungai, karena
belum memiliki UPL, sedangkan industri besar yang memiliki UPL disinyalir belum
memfungsikannya secara optimal. Usaha pengendalian kerusakan sungai dan kebijakan
pengelolaannya mengharuskan pemantauan kualitas sungai. Pemantauan ini umumnya
dilakukan dengan menggunakan parameter fisik atau kimia.
B.
Tujuan
1.
Tujuan
umum dari praktikum ini adalah untuk :
a.
Mengetahui kualitas perairan
yang terkena limbah pabrik
2. Tujuan khusus dari praktikum
ini adalah untuk :
Mengetahui suhu, pH, nilai TSS, O2 terlarut,
CO2 bebas, kadar COD dan BOD
pada badan perairan akibat limbah pabrik.
C. Manfaat
1. Mengetahui dampak pencemaran limbah pabrik
soun.
2. Mengukur tingkat pencemaran yang terjadi
pada badan berarian yang dijadikan sampel.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Limbah Pabrik
Air
dari pabrik membawa sejumlah padatan dan partikel baik yang larut maupun
mengendap. Bahan ini ada yang kasar dan halus. Sering sekali air dari pabrik
berwarna keruh dan temperaturnya tinggi. Air yang mengandung senyawa kimia
beracun dan berbahaya mempunyai sifat tersendiri. Air limbah yang telah
tercemar memberikan 577 ciri yang dapat diidentifikasi secara visual dapat
diketahui dari kekeruhan, warna air, rasa, bau yang ditimbulkan dan indikasi
lainnya.
Limbah
cair yang bersumber dari pabrik yang
biasanya banyak menggunakan air dalam sistem prosesnya. Di samping itu ada pula
bahan baku
mengandung air sehingga dalam proses pengolahannya air harus dibuang. Air
terikut dalam proses pengolahan kemudian dibuang misalnya ketika dipergunakan
untuk pencuci suatu bahan sebelum diproses lanjut. Air ditambah bahan kimia
tertentu kemudian di-proses dan setelah itu dibuang,Semua jenis perlakuan ini
mengakibatkan buangan air. Pada beberapa pabrik tertentu, misalnya pabrik
pengolahan kawat, seng, besi baja - sebagian besar air dipergunakan untuk
pendinginan mesin ataupun dapur pengecoran. Air ini dipompa dari sumbernya lalu
dilewatkan pada bagian-bagian yang membutuhkan pendinginan, kemudian dibuang.
Oleh sebab itu pada saluran pabrik terlihat air mengalir dalam volume yang
cukup besar. Air ketel akan dibuang pada waktu-waktu tertentu setelah melalui
pemeriksaan laboratorium, sebab air ini tidak memenuhi syarat lagi sebagai air
ketel dan karenanya harus dibuang. Bersamaan dengan itu dibutuhkan pula
sejumlah air untuk mencuci bagian dalam ketel air pencuci ini juga harus
dibuang.
B. Kualitas
Air
Suhu air
berbeda-beda sesuai dengan iklim dan musim, suhu normal agar sedikit lebih
tinggi dari pada suhu umum persediaan air kota. Ukuran-ukuran suhu adalah
berguna dalam memperlihatkan kecenderungan aktifitas-aktifitas kimiawi dan
biologis, pengentalan, tekanan uap, ketegangan permukaan dalam nilai-nilai
penjenuhan dari pada benda-benda padat dan gas-gas. Pengentalan mengatur
sedimentasi; dengan perkiraan bahwa sedimentasi tidak terganggu oleh arus yang
memancar (konversi). Lagi pula aktifitas biologis ditingkatkan oleh meningginya
suhu pada kira-kira 600C. Pertumbuhan dan kematian jasad-jasad renik
dan BOD diatur sampai suatu tingkat oleh suhu yang memainkan peranan penting
dalam reaksi dan biologis. Tingkat oksigen zat organik jauh lebih besar selama
musim panas dan pada selama musim dingin.
Total padatan
tersuspensi (TSS = Total suspended solid) adalah jumlah padatan atau partikel
tersuspensi yang terdapat dalam perairan baik berupa bahan organik maupun
anorganik. APHA (1955) menyatakan bahwa padatan tersuspensi yang terdapat dalam
perairan terdiri dari plankton yang hidup atau mati, detritus, kotoran hewan,
Lumpur dan limbah rumah tangga serta industri. Bahan-bahan tersuspensi yang
berada dalam badan perairan sehingga mempengaruhi proses fotosintesis.
Warna pada air
limbah menunjukan kekuatan air limbah yang baru berwarna abu-abu. Air limbah
yan sudah basi atau busuk berwarna gelap (Mahida, 1988). Ada empat kelas atau
tingkatan kandungan suatu perairan yaitu tingkat I. Air berwarna biru, II. Air
berwarna hijau, III. Air berwarna merah.
Di dalam
perairan terjadi proses dekomposisi oleh mikro organisme yang akan menyebabkan
gas-gas seperti, metana, hidrogen, nitrogen, maupun gas lainnya yang berbau
merangsang. Bau air sungai dapat mencerminkan keadaan dari perairan tersebut, bau
yang terjadi di dalam suatu perairan yang kotor merupakan hasil dekomposisi zat
organik (Odum, 1971). Oksigen dapat
larut didalam air banyak berbeda sesuai dengan keadaan suhu. Faktor-faktor lain
yang menguasai kadar oksigen larut dalam air alamiah adalah: pengolahan di
permukaan air, luas daerah permukaan air yang terbuka bagi tekanan atmosfer dan
prosentase oksigen didalam udara disekelilingnya (Mahida, 1988 ).
Oksigen terlarut
merupakan salah satu unsur pokok sebagai regulator pada proses metabolisme
organisme terutama proses respirasi dan sebagai petunjuk kualitas air disuatu
perairan. O2 terlarut berasal dari fungsi oksigen udara kedalam air,
air hujan dan proses fotosintetis, sedangkan pengurangannya disebabkan
mengandung bahan mereduksi (Odum,1971). Kandungan O2 terlarut erat
hubungannya dengan kandungan CO2 bebas. Biasa pada perairan yang
kandungan CO2 nya tinggi maka akan ditemukan kandungan O2
yang rendah dan begitu pula sebaliknya (Hynes, 1972).
Karbondioksida
bebas berasal dari hasil penguraian bahan organik dalam perairan oleh bakteri,
bisa juga langsung dari atmosfir. Selain itu CO2 bebas juga
dihasilkan dari hewan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup dalam periran dan
penguraian garam-garam atau batu-batuan yang mengandung karbonat. CO2
bebas memegang peranan penting sebagai unsur oleh tumbuhan yang berhijau daun,
baik tumbuhan renik yang merupakan phytoplankton maupun tumbuhan tingkat tinggi
yang ada dalam perairan untuk proses fotosintesis (Mahida, 1988). Kadar CO2
bebas yang baik bagi suatu perairan adalah antara 2-8 ppm (Soesono, 1974 ). Kandungan
CO2 untuk perairan yang baik bagi kehidupan ikan dan kehidupan
organisme lain tidak boleh melebihi 12 mg/L, sebab bila kandungan CO2
bebas melebihi 12 mg/L akan berubah menjadi racun bagi kehidupan ikan. CO2 bebas adalah senyawa yang berupa gas
dan mudah larut dalam air. CO2
sangat dibutuhkan oleh tumbuhan air
untuk berfotosintesis. (Welch, 1952 ).
Biological
oxygen demand (BOD) yaitu sejumlah oksigen dalam sistem air yang dibutuhkan
oleh bakteri aerobik untuk mengoksidasi bahan-bahan organik dalam air, BOD
biasanya dihitung dalam kebutuhan 5 hari pada suhu 200 C (Ryadi,
1984). Penentuan nilai BOD ini tidak menunjukan jumlah bahan organik yang
sebenarnya. Tetapi hanya mengukur jumlah relatif konsumsi oksigen yang
digunakan untuk mengoksidasi bahan organik tersebut (Winarno dan Fareliaz, 1984).
Menurut Ryadi (1984), semakin besar nilai BOD dalam perairan, maka persediaan
oksigen terlarut yang ada semakin berkurang, dimana antara kadar BOD tinggi
maka kadar DO rendah, kondisi perairan dengan nilai BOD tinggi dapt
membahayakan kelangsungan organisme.
Kebutuhan
oksigen kimiawi (COD) merupakan gambaran jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengkondisikan bahan organik dalam air secara kimiawi. Meningkatnya COD
menunjukan kebutuhan oksigen yang tinggi yang berarti kandungan bahan organik
akan tinggi. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat
organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mickrobiologis
dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut didalam air.
Tes COD menurut
Alaerts dan santika (1984) hanya merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu
reaksi oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologis (yang sebenarnya terjadi
di alam) sehingga merupakan suatu pendekatan saja oleh karena itu COD tidak
dapat membedakan antara zat-zat yang sebenarnya tidak teroksidasi (inert) dan
zat-zat yang teroksidasi secara biologis. Ukuran pH menyatakan intensitas
kemasaman atau alkalinitas dari suatu cairan encer dan mewakili kosentrasi
hidrogen ionnya. Jumlah
ion-ion hidrogen adalah samadengan ion-ion hidroxyl apabila terdapat kelebihan
ion hydrogen menyebabkan air itu mengandung alkali, jadi kosentrasi ion hidrogen bertugas sebagai petunjuk mengenai
reaksi air, air limbah atau air selokan (Ryadi, 1984). Derajat keasaman sering
juga digunakan untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan suatu perairan dalam
memproduksi garam mineral. Garam mineral merupakan faktor penentu dari semua
proses produksi disuatu perairan.
Derajat keasaman
perairan merupakan suatu parameter penting dalam pemantauan kualitas air,
dengan mengetahui jumlah kadar pH suatu perairan kita dapat tahu seberapa
produktif perairan tersebut. Menurut Odum (1971) pH atau derajat keasaman air mempunyai pengaruh yang
besar terhadap hewan dan tumbuhan air, sehingga dapat digunakan sebagai
petunjuk untuk menyatakan kondisi suatu perairan, pH berpengaruh besar karena
pH berfungsi sebagai faktor pembatas, setiap organisme mempunyai toleransi yang
berbeda terdapat pH maximum, minimun dan optimal. Suyanto dan Mujiman (2001)
menyatakan bahwa derajat keasaman yang ideal dalam perairan adalah 7,5 – 8,5.
BAB III
MATERI DAN METODE
A. Materi
1.
Alat
Alat yang digunakan dalam
praktikum pencemaran lingkungan adalah sebagai berikut: oven merk memmert,
timbangan digital merk o-haus, desikator,
glas ukur, erlenmeyer, dan cawan porselin ( TSS); kertas pH universal
(pH), botol Winkler 250 ml, buret, statif, erlenmeyer 250 ml, pipet karet atau
pipet seukuran, dan gelas ukur 100 ml (Oksigen Terlarut); botol Winkler 250 ml,
buret, statif, erlenmeyer 250 ml, pipet karet, dan gelas ukur 100 ml
(Karbondioksida Bebas); botol Winkler 250 ml, buret, statif, erlenmeyer 250 ml,
pipet karet, dan gelas ukur 100 ml, aerator, ember plastik, inkubator, dan
gelas ukur 500 ml(Biological Oxygen Demand); buret, statif, erlenmeyer 250 ml,
pipet karet, dan gelas ukur 100 ml, refluks, penangas air, alumunium foil,
beker gelas, dan labu takar (Chemical Oxygen Demand)
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum
pencemaran lingkungan adalah sebagai berikut: sampel air dan kertas Whatman
(Uji TSS); sampel air (suhu dan pH); sampel air, larutan MnSO4, larutan KOH-KI,
larutan H2SO4 pekat, indikator amilum 0,5%, larutan NaS2O3,
0,025 N(Oksigen Terlarut); Sampel air, indikator phenolpethalein 0,5%, larutan Na2CO3
0,01 N (Karbondioksida Bebas); sampel air, larutan MnSO4, larutan KOH-KI,
larutan H2SO4 pekat, indikator amilum 0,5%, larutan NaS2O3,
0,025N, indikator amilum 0,5 % (BOD); sampel air, H2 SO4, larutan KMnSO4 0,01 N, Larutan Asam Oksalat
0,01 N, dan akuades (COD).
B. Metode
Prosedur yang digunakan dalam praktikum ini antara lain :
1. Suhu air
Termometer
celcius dengan bantuan nilon celupkan ke dalam badan perairan selama ± 10
menit, kemudian lakukan pencatatan setelah angka menunjukan angka yang konstan.
- Total Padatan Tersuspensi
Kertas saring Whatman
No. 41 disiapkan kemudia dibasahi dengan akuades, setelah itu
dioven/dikeringkan pada suhu 103-105oC selama 1 jam, lalu letakan
dalam deksikator selama ± 15
menit dan ditimbang (nilai B). kertas saring yang sudah didinginkan dan
ditimbang tersebut, digunakan untuk menyaring sampel air sebanyak 100 ml, kemudian dioven/dikeringkan
selama 1 jam dan disimpan dalam
deksikator selama ±
15 menit dan timbang (nilai A). rumus yang diunakan dalam pengukuran TSS adalah
:
TSS
: (A-B) X 1000 Mg / L
100
Keterangan :
A: Berat
kertas saring + residu
B: Berat ketas
saring
3.
Oksigen Terlarut (O2)
Sample air
diambil sebanyak 250 ml, tambahkan 1 ml larutan Mn SO4 dan 1 ml
larutan KOH-KI dengan bantuan pipet seukuran, kemudian tutup dan homogenkan
selama 15 kali dan diamkan selama ± 2 menit sampai terjadi endapan berwarna
coklat atau sampai cairan supernatan nampak jernih. Setelah mengendap tambahkan
larutan H2SO4 pekat sebanyak 1 ml, lalu homogenkan
kembali. Ambil 100 ml dan pindahkan ke labu Erlenmeyer. Tambahkan 10 tetes
indikator amilum 0,5% lakukan pengocokan lagi kemudian titrasi dengan
larutan Na2S2O3 0,025 N sampai berwarna tepat
jernih. Rumus yang digunakan
dalam pengukuran O2 terlarut adalah :
Kadar O2
terlarut =
x p x q x 8 mg/l

Keterangan:
p :
Jumlah ml Na2 S2 O3 yang terpakai
q: Normalitas larutan Na2 S2
O3
8: Bobot setara O2
4.
Karbondioksida Bebas (CO2)
Sample
air diambil 100 ml, masukan kedalam tabung erlenmeyer. Tambahkan 10 tetes indikator phenolpethalein 0,5%, setelah itu
teteskan dengan larutan Na2CO3 0,01 N sampai berwarna merah
muda. Rumus yang digunakan dalam pengukuran CO2 Bebas adalah :
Kadar
CO2 bebas =
x p q
x 22 mg/l

Keterangan:
p : Jumlah ml larutan Na2CO3
yang terpakai
q : Normalitas larutan Na2CO3
22: Bobot setara CO2
5.
Biological
Oxigen Demand (BOD)
Sample air
dilarutkan dengan akuades lalu dibagi menjadi 2 botol. yang satu diukur O2
terlarutnya saat itu juga,
sedangkan yang satunya lagi diukur setelah 5 hari. Untuk blanko, baik cara
kerja maupun perhitungannya samadengan apa yang diperlakukan pada sample air.
Hanya pada Blanko air sampelnya diganti dengan 500 ml akuades. Rumus yang
digunakan dalam pengukuran BOD adalah :
Kadar BOD =
mg/l

Keterangan:
A0 : O2
terlarut sample pada nol hari
A5 : O2
terlarut sample pada lima hari
S0 : O2
terlarut blanko pada nol hari
S5 : O2
terlarut blanko pada lima hari
T :
Persen perbandingan antara A0:S0
P :
Derajat pengenceran
6 . Chemical Oxigen Demand (COD)
Ambil sample air sebanyak 100 ml, lalu pindahkan ke
dalam tabung erlenmeyer. Setelah itu
tambahkan 5 ml H2 SO4 4N dan 10ml larutkan KMn O4
0,01N. Homogenkan lalu didihkan selama 10 menit (waktu dihiung setelah
gelembung pertama ). Setelah dingin
tambahkan asam oksalat 10 ml 0,01N, kemudian goyang-goyang hingga merata. Titrasi dengan KMn O4
0,01 N sampai berwarna merah muda. Rumus yang digunakan dalam pengukuran COD
adalah :
Kadar COD =
x
[(10+a) F – 10] x 0.01 x 31,6 mg/l

Keterangan:
A : ml larutan KMnO4 yang terpakai
F : faktor koreksi KMnO4
37,6 : berat ekuivalen KMnO4
7.
Derajat Keasaman (pH)
Kertas
indikator pH di ambil dan celupkan kedalam air selama 5-10 menit. Setelah
perubahan warna yang terjadi pada kertas
pH tersebut, kemudian cocokan dengan warna standar dan cat.
8.
Kekeruhan
Pemeriksaan kekeruhan tidak diujikan di
Laboratorium Perikanan dan Kelautan, tetapi sampel air dikirimkan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten Purbalingga.
9.
Coliform
Pemeriksaan kekeruhan tidak diujikan
di Laboratorium Perikanan dan Kelautan, tetapi sampel air dikirimkan ke Dinas
Kesehatan Kabupaten Purbalingga
C. Waktu
Praktikum Pencemaran air ini dilaksanakan pada Hari Minggu, 26 Mei 2009 di kali Tambak Sogra Purwokerto Utara, kemudian
untuk mengetahui hasilnya dilakukan uji Laboratorium Perikanan dan Kelautan.
BAB I
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Parameter
|
Satuan
|
Hasil
|
||
Stasiun I
(Sebelum)
|
Stasiun II
(Tepat)
|
Stasiun III
(Setelah)
|
||
Suhu
|
oC
|
28
|
28
|
29
|
TSS
|
mg/L
|
23
|
23
|
12
|
O2
terlarut
|
mg/L
|
8,7
|
8,6
|
8,4
|
CO2
Bebas
|
mg/L
|
1,54
|
1,76
|
1,87
|
BOD
|
mg/L
|
5,2
|
0,2
|
0,2
|
COD
|
mg/L
|
3,67
|
5,22
|
4,66
|
pH
|
-
|
6
|
6
|
6
|
Kekeruhan
|
Skala
NTU
|
7
|
5
|
14
|
Coliform
|
MPN/100
mL
|
>2400
|
>2400
|
>2400
|
Tabel.1. Data kualitas air perairan sebelum,
sesaat, dan setelah terkena limbah pabrik soun
B.
Pembahasan
1. Suhu

Gambar .1 Grafik suhu perairan yang
terkena limbah soun.
Pada gambar
grafik diatas menunjukan suhu air pada saat sebelum terkena limbah (stasiun 1)
28oC, tepat saat terkena limbah (stasiun 2) 28oCdan pada
perairan sesudah terkena limbah (stasiun 3) 29oC naiknya suhu pada
saat sesudah terkena limbah disebabkan oleh faktor kimia di dalam air dan
karena semakin rendahnya dataran aliran
air maka semakin tinggi suhu airnya. Suhu air yang baik untuk mendukung
kehidupan organisme akuatik berkisar antara 22oC–31oC. Suhu
pada air sungai dijadikan sampel termasuk dalam kondisi yang optimal bagi
perairan tersebut.
Suhu pagi
hari lebih rendah dari pada suhu siang hari ataupun sore hari. Suhu matahari
sangat mempengaruhi tingginya suhu udara maupun suhu perairan, dimana semakin
banyak intensitas cahaya matahari yang diserap maka akan semakin tinggi suhu
perairan tersebut, tetapi jika suhu yang ada terlalu rendah atau terlalu tinggi
maka akan menghambat metabolisme tubuh organisme perairan(Hynes, 1972).
Meningkatnya suhu di suatu perairan akan dapat menurunkan kandungan oksigen dan
dapat meningkatkan kebutuhan oksigen terlarut. Oksigen terlarut merupakan salah
satu unsur utama sebagai pengatur proses metabolisme.
Secara umum
suhu diperairan akan mempengaruhi kehidupan kelarutan oksigen dan gas lain,
kerapatan air, daya fikositas dan tekanan permukaan, selain suhu dalam perairan
dapat mempengaruhi terhadap pertahanan zat atau metabolisme makhluk hidup, suhu
juga mempengaruhi jumlah oksigen terlarut dalam air. Semakin tinggi suhu
didalam suatu perairan, maka semakin rendah oksigen yang ada diperairan. Jika
suhu tinggi, air akan tenang dengan oksigen dibandingkan dengan suhu rendah,
sehingga suhu diperairan sungai diambil air sampelnya cukup baik untuk
perkembangan organisme, tetapi apabila terjadi kenaikan suhu yang terus menerus
maka tidak baik bagi organisme (Soeseno, 1974).
2.
Total
padatan Tersuspensi (TSS)

Gambar 2. Grafik TSS
perairan yang tercemar Limbah soun.
TSS merupakan salah satu parameter
yang berkaitan dengan kekeruhan, karena semakin tinggi kekeruhan maka semakin tinggi pula nilai TSS. Pada
grafik di atas menunjukan bahwa kandungan TSS di perairan yang terkena limbah
domestik sebelum terkena limbah kandungan
TSS 23 mg/L ,saat terkena limbah 23 mg/L dan setelah terkena limbah kandungan
TSS adalah 12 mg/L. Semakin tinggi kandungan TSS disebabkan oleh banyaknya
kegiatan manusia yang menyebabkan pencemaran air, maka air tersebut akan
menjadi agak keruh. Kekeruhan tersebut
disebabkan oleh adanya padatan tersuspensi berupa partikel-partikel anorganik
dan organik yang jumlahnya banyak. Namun, hasil dari stasiun 3 tidak sesuai
dengan teori di atas. Ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya
kesalahan dalam penimbangan kertas saring.
Kekeruhan yang disebabkan oleh adanya padatan tersuspensi dapat berupa
partikel-partikel anorganik dan organik atau campuran keduanya. Tingginya nilai
kekeruhan juga dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas
dosinfoksi pada proses penjernihan air.
3. Oksigen terlarut (O2)

Gambar 3. grafik O2 terlarut perairan
yang terkena limbah soun.
Pada gambar grafik O2 terlarut,
menunjukan bahwa kadar O2 terlarut diperairan yang terkena limbah pabrik
soun sebelum terkena limbah 8,7 mg/L, tepat terkena limbah 8,6 mg/L dan setelah
terkena limbah 8,4 mg/L. Kadar tersebut menunjukan bahwa sebelum tergolong
perairan yang terkena pencemaran berat padahal airnya lebih jernih dibandingkan
setelah terkena limbah dan sesudah terkena limbah perairan tersebut digolongkan
tercemar ringan. Seperti yang diungkapkan (Lee et all 1978), bahwa kadar
oksigen terlarut > 22 ppm berarti perairan tersebut tercemar berat; 2,0-4,4 ppm tidak tercemar.; 6,5-7 ppm
tercemar sedang dan 4,5-6,5 tercemar
ringan.
Pada suhu 200C dengan tekanan 1
atmosfer konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh adalah 9,2 ppm,
sedangkan pada suhu 00C dangan tekanan atmosfer yang sama tingkat
kejenuhannya hanya 5,6 ppm. Semakin tinggi suhu air, semakin rendah tingkat
kejenuhannya. ( Kanisius, 1992 )
Konsentrasi O2 terlarut yang terlalu rendah akan
mengakibatkan ikan-ikan dan binatang lainnya yang membutuhkan oksigen akan
mati. Sebaliknya konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu tinggi juga
mengakibatkan proses perikatan semakin cepat karena oksigen akan mengikat yang
melapisi permukaan logam.
Keberadaan oksigen bersumber dari difusi udara
hasil proses foto sintesis dan arus yang terjadi dalam perairan (Soeseno, 1974).
Jika tingkat oksigen terlarut rendah, maka organisme anaerob perairan akan
mati. Penurunan kandungan oksigen disebabkan oleh proses pernafasan hewan dan
tumbuhan air serta proses pembongkaran bahan-bahan organik dasar yang bersifat
mereduksi.
4. Karbondioksida Bebas (CO2)
Pada gambar grafik CO2 bebas menunjukan bahwa kadar CO2
bebas di perairan yang terkena limbah domestik sebelum terkena limbah 1,54
mg/L, sedangkan saat terkena limbah 1,76 mg/L
dan setelah terkena limbah
domestik 1,87 mg/L . Hal tersebut tidak akan mengganggu kehidupan
organisme air yang ada di dalamnya karena kadarnya belum mencapai 12 ppm.
Karbondioksida dan oksigen umumnya berbanding terbalik satu sama lain
karena aktifitas Fotosintesa dan respirasi biota. Di bawah keadaan normal, saat
kandungan oksigen pada perairan mengalir tinggi. Kandungan karbondioksida
rendah, demikian juga sebaliknya (Hynes 1972). Fotosintensis cenderung
mengurangi jumlah karbon dioksida dalam konsentrasi tinggi juga hilang dengan
cepat secara nyata ke atmosfir. Kadar CO2 bebas yang baik bagi suatu
perairan adalah 2 – 8 ppm (Soesono, 1974). Gas CO2 bebas yang
dibutuhkan oleh organisme air diperoleh dari hasil respirasi tumbuhan dan hewan
air, serta air tanah yang melalui bahan-bahan organik (Welch, 1952 )
Karbon dioksida adalah kadar gas yan terdapat di dalam air yang berasal
dari proses degradasi bahan organik oleh respirasi organisme hewan yang berasal
dari hewan dan tumbuhan air. Pengaruh CO2 bebas pada suatu perairan
yan banyak mengalami penguapan menyebabkan rendahnya kandungan CO2
pada air tersebut.
5. Biological Oxygen Demand (BOD)
Pada gambar grafik
diatas menunjukan bahwa kadar BOD di perairan sebelum terkena limbah (stasiun
1) 5,2 mg/L, saat terkena limbah (stasiun
2) 0,2 mg/L dan setelah terkena limbah (stasiun ) 0,2 mg/L.
Seperti yang diungkapkan
Lee at all (1987), bahwa kandungan BOD >15 berarti perairan tersebut tercemar berat; 5,5-
15 tercemar sedang ; 3,0-4,9 tercemar ringan. Dapat disimpulkan bahwa di Kali
Tambak Sogra ini tergolong pencemaran ringan.
6. Chemical Oxygen Demand (COD)
Pada gambar grafik COD menunjukan bahwa kadar COD
diperairan pada saat sebelum, tepat terkena dan sesudah terkena limbah kualitas
airnya tergolong tidak tercemar karena nilai kadar COD yang didapat dari
praktikum sebelum terkena limbah adalah 3,67 mg/L ,saat terkena limbah adalah
5,22 mg/L dan setelah terkena limbah kadar CODnya adalah 4,66 mg/L. Seperti
yang diungkapkan oleh N.T.A.C (1968), menyatakan bahwa kandungan COD < 20
berarti perairan tersebut tidak tercemar, 20-50 tercemar ringan, 50-70 tercemar
sedang dan > 70 tercemar berat. Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan
kadar COD kurang dari 20, maka status perairannya tidak mengalami pencemaran.
7. Derajat Keasaman (pH)
Hasil penguluran pH dari ketiga station yang diukur
menggunakan kertas pH menunjukkan hasil yang sama yaitu ketiga padan perairan
memiliki pH 6. Dari hasil tersebut dapat
dikatakan bahwa ketiga badan perairan airnya bersifat asam. Sifat asam tersebut
dapat dikarenakan karena kandungan bahan kimia yang berasal dari limbah pabrik
soun.
8. Kekeruhan
Sesuai dengan PP No. 20 tahun 1990 dan PERMENKES RI
No. 416 tahun 1990 nilai maksimal untuk tingkat kekeruhan adalah 25 NTU (500
mg/L), sedangkan batas maksimal untuk dikonsumsi adalah 5 NTU. Dari hasil yang
didapat stasiun 1, stasiun 2 dan stasiun 3 tidak memenuhi syarat untuk
dikonsumsi.
9. Uji Coliform
Dari hasil pemeriksaan menunjukan bahwa tingkat
kualitas air ketiga badan perairan termasuk kategori E karena kadar Coliform
dalam sampel air yaitu > 2400. Hal ini menunjukan bahwa kondisi badan
perairan sangat buruk dan airnya tidak layak untuk dikonsumsi.
Menurut dua standar nasional
yang mengatur kualitas air minum, yaitu SNI 01 3553 - 1996 (Standar Nasional Indonesia)
dari Departemen Perindustrian dan Perdagangan, serta Peraturan Menteri
Kesehatan No 907/Menkes/SK/VII/2002, air minum harus memenuhi persyaratan
tingkat kontaminasi nol untuk keberadaan bakteri coliform ini.
BAB IV
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan pada bab
sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Kualitas kimia air sungai sebelum terkena
limbah domestik kadar O2 nya adalah 8,7 mg/L, saat terkena limbah
adalah 8,6 mg/L, dan setelah terkena limbah adalah 8,4 mg/L. Pada kadar O2
nya di sungai sebelum terkena
limbah adalah sebesar 1,54 mg/L, saat terkena limbah sebesar 1,76 mg/L, dan
setelah terkena limbah adalah sebesar 1,87 mg/L. Kadar TSS pada air sungai
sebelum terkena limbah adalah 23 mg/L, saat terkena limbah adalah 23 mg/L, dan
setelah terkena limbah adalah 12 mg/L. Kadar BOD pada saat sebelum terkena
limbah adalah sebesar 5,2 mg/L, saat terkena limbah sebesar 0,2 mg/L, dan
setelah terkena limbah adalah sebesar 0,2 mg/L. Kadar COD pada sungai sebelum
terkena limbah adalah 3,67 mg/L, saat terkena limbah adalah 5,22 mg/L, dan
setelah terkena limbah adalah 4,66 mg/L. Suhu air sungai sebelum terkena limbah
domestik adalah 280C, saat terkena limbah adalah 280C,
dan setelah terkena limbah adalah 290C. pH air sungai sebelum
terkena limbah domestik adalah 6, saat terkena limbah adalah 6, dan setelah
terkena limbah adalah 6. Kekeruhan sebelum terkena limbah adalah 7 NTU,
saat terkena limbah 5 NTU, dan setelah terkena limbah 14 NTU. Kadar Coliform
sebelum, saat, dan setelah terkena limbah adalah >2400.
2. Dilihat dari beberapa parameter kualitas
air dari parameter kimia, status badan perairan sungai sebelum terkena limbah
domestik termasuk dalam kategori belum tercemar, tepat terkena limbah termasuk
dalam kategori tercemar ringan, dan setelah terkena limbah termasuk dalam
kategori tercemar sedang.
DAFTAR PUSTAKA
Alaert, G dan S.S Santika. 1984. Metode
Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.
Amsyari.
F. 1998. Prinsip-prinsip Masalah
Pencemaran Lingkungan. Penerbit Ghalia. Jakarta.
APHA. 1995. Standar
Methode For The Examination of water and wastewater. 18th Ed.
American Public Hwalth Association. Whasington
DC.
Hynes. H. B. N. 1972. the Geology of Running Waters. Liverpool University
Press. Liverpool.
Hynes dan L,L. wolf. 1990. Ekologi Umum. Edisi kedua. Pringga sepuro, S dan B. Sriyandoro. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Klein, L. 1992. River Pollution. Vol I dan II.
Butto-worths. London.
Lee,
C. D. S. B. Wang, C.L Con. 1978. Benthic
Macroin Vertebrates aand fish as biologycal indicators of water quality with
reference to community diversity
index. In water pollution central in developing countris asisnsns. Insert
tech. Bangkok.
Mahida.
1988. Pencemaran Air dan Pemanfatan
Limbah Industri. CV. Rajawali Jakarta.
Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. W.B. Saunders & Coltd, st Martin
streets. London.
Ryadi, S. 1984. Pencemaran Air Dasar-Dasar Pokok Penanggulangan. Karya Anda. Surabaya.
Soesono,
H. 1974. Fisiologi Metabolisme Dasar dan
Beberapa Aspek Departemen Botani. Fakultas Pertanian IPB Bogor.
Welch. P.S. 1952. Limnology. Mc. Graw H :11 Book Company New York. London.
Winarno. F.G dan Srikandi Fardiaz. 1984. Polusi dan Analisa Air. Departemen Teknologi : Hasil Pertanian
IPB. Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar